Aku Ikhlas

Well..
Ini catatanku yang disimpan cukup lama di akun Facebook. 
Kali ini kucoba share juga di blog baruku (siapin tissue)

Singkat cerita, untuk yang sudah jauh di sana....



                          ----------------------------------



Bukannya aku takut kehilanganmu teman, aku hanya takut meneteskan air mata ketika mengenangmu. Karena yang aku inginkan adalah tersenyum ketika mengingatmu dan memikirkanmu.

Sesuatu yang ada pada diri ini tidaklah seberapa, tetapi aku merasakan betapa hebatnya aku, betapa merasakan ketenangan hati, betapa besar kekuatan pemikiran-pemikiran yang muncul, betapa aku merasa memiliki segalanya ketika aku dapat berusaha mewujudkan angan-anganmu, impian kita.
Lalu apakah sesuatu dalam diri itu???
Hati dan pikiran.

Ya, yang aku miliki adalah hati dan pikiran.
Jadi, aku berusaha menyelaraskan hati dan pikiran untuk memandang segalanya lebih dekat, sehingga aku mengerti, lalu mencapai kebahagiaan.
Ketika aku tak mampu menyelaraskannya, kuangkat tangan ini, menengadah kearah-Nya, kumohon petunjuk.

Aku berusaha menyadari kekurangan-kekurangan pada diri ini, teman. Aku hanya inginkan Allah memberikan kekuatan dan kemuliaan di saat segala kemungkinan terjadi, bahkan saat hal terburuk menimpa sekalipun. Dengan tidak menyakiti orang lain. Sekali lagi, aku hanya ingin tidak menangis jika engkau tidak bersamaku lagi teman, tidak menangis mengenang indahnya bersama, tidak menangis ketika kekuatan kasihmu menguap tak berbekas.
Karena kutahu pasti, sebenarnya rapuh hati ini, tak sekuat tiang-tiang beton penyangga gedung pencakar langit. Namun kucoba menjadi seperti kain halus yang bisa menyokong langit pencerahan, pengikat diri, dan penyelimut hatimu teman.

Kukira hati dan pikiran cukup mengisi jiwa ini,, tapi salah! Aku butuh tindakan!
Hati dan pikiran membuahkan tindakan-tindakan yang kutempuh selama ini.. Satu per satu kupersembahkan untukmu teman… Tak peduli esok kau masih meminta atau tidak, yang penting jelas telah kulakukan yang terbaik dari diri ini dengan senang hati…
Lalu. . . . . . . . . .
Jika kebaikan yang tampak padaku ini adalah kesalahan-kesalahan, maka katakanalah kepadaku, Bagaimana Aku Harus Meminta Maaf, teman???

***

Dari semua hal yang kumiliki, antara hati, pikiran dan tindakan, tetap kupilih hati adalah sesuatu yang tepat untuk dapat merasakan kasih darimu teman…
Bagiku hati merupakan sumber yang kuat untuk dapat mengendalikan pikiran dan tindakan… Memikirkanmu, hingga melakukan sesuatu untuk menyampaikan yang kurasa ini dengan cara yang tepat…

Mungkin setiap insan yang saling mengasihi tidaklah memiliki keharusan untuk hidup bersama, tapi yang perlu diketahui adalah, bahwa masing-masing tidak dapat hidup tanpa adanya yang lain…
Artinya???
Tenang saja, engkau boleh bebas mengartikannya, teman… 

Kurasa tidaklah perlu diuji kesetiaan ini teman, yang paling penting yang harus kau tahu adalah seberapa besar keinginan ini agar kita terus bersama membangun hidup, untuk esok dan untuk kehidupan berikutnya, kehidupan setelah ini…
Waktu hanyalah penguji alamiah yang diberikan oleh Sang Pencipta_Maha Kasih dan Maha Penyayang_sumber dari segala sumber kasih sayang.

Engkau tidak berhak memperalat siapapun untuk menguji kesetiaan ini, karena percuma. Biarkan waktu yang menguji sendiri, hingga akhirnya, cepat atau lambat, kita tahu, seberapa besar kita saling membutuhkan dan seberapa lama kita dapat bertahan, saling memberi. Setuju?

Engkau manusia biasa, begitu pula aku,
Engkau mempunyai hati, pikiran dan tindakan-tindakan, begitu pula aku,
Kenapa di akhir ini hati, pikiran, dan tindakanmu sangat jauh dari hati, pikiran dan tindakanku?
Aku merasa begitu sakit, teman.
Karena aku manusia biasa.
Kecuali jika ada kalimat darimu yang bisa kumaklumi_seperti yang dulu aku katakan kepadamu; “aku berhak tahu”, mungkin aku tidak akan merasa sesakit ini teman.

Kini, hati serasa sedang dilanda kemarahan, namun janganlah hati juga yang menciptakan jarak. Jangan mengucapkan kata yang mendatangkan jarak di hati. Mungkin disaat seperti ini, tak mengucapkan kata-kata merupakan cara yang bijaksana karena waktulah akan membantu kita, teman...

Aku ikhlas.


***

Teman, aku membaca kutipan Ali bin Abi Talib yang mengatakan,
"Semoga jalan keluar terbuka, semoga kita bisa mengobati jiwa kita dengan doa.
Janganlah engkau berputus asa manakala kecemasan yang menggenggam jiwa menimpa.
Saat paling dekat dengan jalan keluar adalah ketika telah terbentur pada putus asa."
(La Tahzan, 2004. Hal 103)

Teman, seseorang juga bersyair,
"Walaupun aku jauh dari sahabatku, laksana bumi dan langit.
Aku akan mengirimkan pertolanganku dan menghapuskan kesulitannya.
Aku akan jawab seruan dan panggilan suaranya.
Jika dia memakai pakaian yang indah maka aku tidak akan mengatakan,
'Seandainya aku diberi pakaian yang baik dari yang ia pakai'."
(La Tahzan, 2004. Hal 108)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Jam untuk "Tektok" Gunung Pangrango, Jawa Barat

Pengibaran Bendera Sepanjang 1 Kilometer di Gunung Rakutak, Bandung

Backpacker ke Dieng, Wonosobo