Tahu? Tahukah Anda tentang Tahura di Bandung?

Taman Hutan Rakyat (Tahura) Ir. Djuanda, Bandung


Taman Hutan Rakyat Ir. Djuanda ini seperti etalase flora hutan tropis. Pepohonan menjulang tinggi ke langit, di beberapa titik hampir membentuk kanopi sehingga sinar mentari sulit jatuh di tanah. Jalur setapak telah dibangun paving blok sehingga tidak perlu khawatir tersesat maupun terjebak jalanan becek. Jika mengajak si kecil, dapat memanjakan mereka di taman bermain, tersedia ayunan, perosotan dan lainnya cukup menghibur anak-anak bermain sejauh yang saya lihat.


Siaaaaap grakk!!!
Sekelompok barisan anak pramuka rupanya sedang melakukan kegiatan di alam. Well, di sini merupakan tempat yang menarik namun masih aman untuk dijadikan sebagai arena belajar siswa-siswi sekolah dasar. Tak jarang di Tahura saat hari minggu didapati siswa-siswi sekolah berkegiatan pramuka. Asiiiknyaaa... Ijin bergabung dong kakak hehe...








 
Mengikuti setapak ke dalam taman akan dijumpai Goa Jepang dan Goa Belanda. Menyusuri goa-goa peninggalan penjajah ini sungguh..... Gelaaaaaap! Merem dan melek pun sama pekatnya jika tidak ada penerangan bantuan. Dinding goa jepang merupakan batuan cadas yang jika diraba masih terasa timbulan batu kerikil namun kuat. Bagian atas Goa Jepang membentuk setengah lingkaran, tingginya sekitar 3 meter. 
Goa Belanda nampaknya dibangun dengan tatanan yang lebih baik, dinding goa belanda terdapat lapisan semen sehingga jika diraba akan terasa halus. Bagian atasnya meruncing, seperti bagian depan bangunan gereja-gereja. Ketika lampu senter disorotkan ke bawah dinding goa, didapati semacam cerukan rapi, mungkin ini digunakan sebagai saluran air. Saat berjalan tidak jauh dari pintu masuk kaki saya terantuk-antuk sesuatu, ternyata ada baja rel dalam goa! Waaaaaw, apa fungsi rel ini ya?



Bagian Dalam Goa Jepang

Bagian Dalam Goa Belanda

Terlihat jelas beda kedua goa di atas kan?


Letak keduanya tak terlalu jauh, masih pada tebing yang sama. Kenapa kedua goa terletak begitu dekat, sementara Belanda dan Jepang tidak berada pada waktu yang sama menjajah Indonesia dan tentunya pada masa itu mereka tidak berkerabat dekat kan? 

Dua kali saya melihat poster monyet ekor panjang, hey, tapi mana monyetnya?
Saya tidak menjumpai monyet yang kata tukang ojek sekitar memang benar ada di taman tersebut, namun liar, sehingga susah untuk menemukan keberadaan gerombolan mereka.








Tukang ojek banyak dijumpai di dalam taman hutan. Banyak titik yang saya lewati ditongkrongi tukang ojek. Terang saja, Tahura yang luasnya mencapai ratusan hektar, jika dikelilingi dengan berjalan kaki bisa menghabiskan waktu sekitar 2 jam. Beberapa pesepeda menyalip saya bikin mupeng, baiklah saya menyerah, sebagian trek saya putuskan lewati dengan naik ojek saja. Haha!







Lestari, teman jalan saya kali ini mengatakan, ada beberapa air terjun di dalam taman namun hanya 1 yang dibuka untuk umum sementara yang lainnya ditutup karena sedang renovasi. Setelah "memangkas" jarak setapak taman menggunakan ojek seharga Rp.20.000,- kami mengunjungi curug Omas. 
Sayang sekali, sekitaran curug banyak sampah-sampah kecil yang nyangkut di bebatuan. Sepertinya sungai Cikawari yang mengalir di curug ini mengalami kontaminasi parah dengan sampah rumah tangga.


Curug Omas


Curug Omas


Bersepeda maupun jogging pagi hari saat akhir pekan di Tahura sangat menyenangkan. Andai saja jarak Jakarta-Bandung hanya beberapa menit saja, saya pasti jadi pelanggan setia Tahura hehe...






Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Jam untuk "Tektok" Gunung Pangrango, Jawa Barat

Pengibaran Bendera Sepanjang 1 Kilometer di Gunung Rakutak, Bandung

Backpacker ke Dieng, Wonosobo