15 Jam untuk "Tektok" Gunung Pangrango, Jawa Barat



Jam menunjukkan pukul 16.30 pm ketika Saya memutuskan untuk mendaki Gunung Gede atau Pangrango, tepatnya 4 jam sebelum berangkat ke terminal Kampung Rambutan yang dijadikan sebagai meeting point dengan teman-teman. Posisi kami berada di Jakarta sehingga mudah saja jika janjian di terminal Kampung Rambutan. Ini pendakian “tek-tok” alias naik dan turun gunung dihajar saja, tidak bermalam di jalur pendakian. Bakal jadi pengalaman pertama Saya nih mendaki gunung secara “tek-tok” bersama dua orang teman yaitu kak Lidya dan kak Ari.


Eh, kenapa kata “atau” di atas cetak tebal ya?? Begini ceritanya… Lanjut sampai habis yaa… Hihihi…



Bagi masyarakat Jawa Barat, siapa yang tidak kenal Kawasan Wisata Gunung Gede Pangrango? Khususnya bagi pendaki di daerah Jakarta, Jawa Barat dan Banten rasanya belum “wisuda” jika belum pernah mendaki Gunung Gede atau Gunung Pangrango. Hal ini dikarenakan Gunung Gede Pangrango sudah dikelola dengan baik oleh Balai Besar Taman Nasional Gede Pangrango sehingga keasrian dan keindahan alamnya dijamin oke. Akses kendaraan menuju kawasan wisata juga tergolong mudah, tentunya murah jika menggunakan kendaraan umum dari Jakarta, Bogor, Sukabumi dan Bandung. Kali ini, Saya bersama 2 teman mencoba melakukan pendakian Gunung Pangrango dari jalur Cibodas, Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.

Bertolak dari Terminal Kampung Rambutan, kami menaiki bus umum menuju ke Cipanas yang terletak di Jalur Puncak. Waktu menunjukkan sekitar pukul 00.30 ketika kami turun dari bus di jalan raya Cibodas. Sepiiii… hanya ada 2 tukang ojek yang sepertinya bersiap menghampiri kami yang celingukan. Sempat ada rombongan pendaki yang menyewa angkot, terlihat mas-mas yang membawa carrier segede gambreng mendapat giliran terakhir menaiki angkot itu, setelah Saya tanya, dia ternyata menuju ke Jalur Gunung Putri. Yaaaah… Masnya tidak sejalan dengan Saya dalam mengarungi masa depan… (idiih, apa-apaan ini…)

Kami bertiga, tukang ojek itu berdua, motornya juga dua laaah, jeng jeng…  Alhasil Saya “nyelip” di antara mang ojek dan ka Lidya. Mari menuju ke terminal Cibodas, area sebelum menginjak ke pos pendaftaran Kawasan Wisata Gede Pangrango.
Di warung Mang Idi kami gelar lapak untuk tidur sejenak sebelum mendaki, ternyata 2 teman Saya itu kelaparan dan “menambal” laparnya itu dengan memakan nasi goreng dan segelas teh hangat. Saya yang bertekad untuk diet tidak menggubris bau harumnya nasi goreng, hahaha… Mari bobo saja…









Pukul 07.00 pm perjalaan dimulai… Sepanjang jalur berseliweran mas-mas yang melakukan trail naik turun gunung… Wooow tenaganya oke juga, bisa-bisanya mereka mendaki dengan cepat dan mudahnya menyalip Saya… Oke okeee mereka profesional, terlihat dari bentuk kakinya, kostumnya, sepatunya, tasnya dan yang pasti bau mereka wangi… hmmmmmh… Ukuran pendaki gunung biasa mah jarang Saya temui mas-mas yang baunya wangi, paling cuma terendus sebentar, selebihnya berganti bau hutan, eh, penghuni hutan ahihihi… Tapi menurut Saya ini aneh, masa mendaki gunung badannya bau wangi sampai radius puluhan centi meter sih, hellooo ini bukan mall mas, emangnya situ promosi parfum?? Heu

Bagi yang belum pernah mendaki gunung karena takut kelelahan, Anda seharusnya bersama dengan Saya saat ini menyaksikan sekelompok nenek-nenek yang kulitnya mulai keriput mendaki gunung! Para lansia ini terlihat bukan rombongan petani, sambil memegang trekking pole mereka asik saja tahap demi tahap menapaki jalur setapak berbatu… Jadi masih ngga mau coba? Malu dong sama nenek-nenek…





Kita disuguhi suara aliran air sungai dan deru air terjun yang timbul tenggelam di sepanjang jalur pendakian mulai dari pos Telaga Biru, jembatan Rawa Gayonggong, pos Payancangan, pos Pondok Pemandangan, pos Air Panas, pos Kandang Batu dan pos Kandang Badak. Setiap mendengar air rasanya itu adem banget, syahdu, merdu, duh, pengin nyelup ke air…



Telaga Biru yang Airnya Berwarna Hijau




Telaga Biru yang Saya lihat tidak seperti namanya, nyatanya warna air di telaga ini adalah hijau. Airnya begitu tenang, disekeliling telaga nampak pohon dan semak belukar. Bisa jadi banyak nyamuk yang mau bertelur di telaga ini ya.




Jalur yang paling favorit untuk berpose di depan kamera menurut Saya adalah jembatan Rawa Gayonggong. Jembatan selebar kurang lebih 3-4 meter ini asli keren banget, sehingga baru beberapa melangkahi jembatan ini Saya sudah panic langsung foto-foto. Kabarnya banyak yang melakukan foto pre wedding di sini, widiiihhh… Oke! Noted untuk post wedding :P


Jembatan Rawa Gayonggong























Ini Namanya Pos Apa ya?? Hahahah



Teman Saya bercerita, nanti kita melewati sumber air panas, Saya langsung membayangkan bisa berendam dan berleyeh-leyeh menikmati air panasnya. Jreeeng… Ternyata yang ada adalah tebing kiri jalur dengan air super panas yang mengalir ke jalur lalu ke jurang sebelah kanan. Kepulan uap airnya membuat sulit bernapas dan sedikit mengganggu pandangan Saya ke jalur, terutama saat hari mulai gelap. Sesekali kaki Saya yang bersepatu tercelup ke air karena jalur di sini bebatuan yang dialiri air panas pake banget itu, rasanya kaki Saya seperti kena air mendidih, apalagi sepatu Saya tidak waterproof, hadoh… Ini mah kalo dipake berendam bisa mateng nih kulit…







Air Panas di Jalur Pendakian




Sekitar jam 11.00 am kami sampai di pos Kandang Badak dan menemukan plan penunjuk jalan, jika lurus menuju ke puncak Gunung Gede, jika belok kanan menuju ke puncak Gunung Pangrango. Setelah asik berpose dan berfoto di plang penunjuk arah ini, dengan pede Saya melangkahkan kaki ke arah puncak Gunung Gede!
“Hoooi mau ke mana?” teriak teman Saya, lah emang mau ke mana? Ke Puncak Gunung Gede kan? Bener kan, tuh plangnya nunjukkin ke arah lurus… Dan… 
Hayaaaah,,, ternyata kita tujuannya ke Puncak Gunung Pangrango yha??? Bhahaha… Ke mana aja Saya selama ini??? Baiklah, baru kali ini saya mendaki gunung tapi tidak tahu puncak mana yang akan dituju, hmmm kalo mendaki hati mas-mas sih Saya tahu kok tujuan arah hidup kita… *eaaa…



Puncak Gunung Gede atau Gunung Pangrango?





Dua jam, tiga jam berlalu. Jalur menuju puncak dari pos Kandang Badak sangat berbeda dengan sebelumnya yang setapak batu. Pohon-pohon melintang, tanah lembek dan terjal menghiasi jalur ini. Kami sempat ragu di beberapa persimpangan, hanya potongan pita yang terikat di pepohonan yang menjadi petunjuk kami. Rasa kantuk yang luar biasa membuat Saya dan kak Ari berkali-kali "keleleran" di jalur untuk sekedar molor, tapi kak Ari sih lebih pelor (nempel langsung molor) hihihihi… Yang lebih lucu lagi, ketika hampir menggapai puncak Saya dan kak Ari kompak molor, eh si kak Lidya yang aslinya pelor malah ngebawelin kami untuk segera bangun dan melanjutkan trekking, tentu saja tidak ada yang nggubris karena kantuk tidak tertahankan lagi. Di tengah tidur, Saya mendengar sayup-sayup kak Lidya ngobrol, bukan dengan manusia tetapi dengan seekor burung, gila niyeee hahaha… Menurut mitos, itu adalah burung penunjuk jalan ke arah puncak… Kegokilan kak Lidya ini tidak berhasil membuat Saya beranjak dari tempat tidur (red: tanah senderan akar) yang nyaman. Tiba-tiba saja Saya mendengar kak Lidya menggigil, gawat, Saya harus rela beranjak dari enaknya bobo, jangan sampai ada yang hypothermia mengingat perjalanan kami tanpa perlengkapan sleeping bag. Okeee okeee kakaaaak kita lanjut yuk trekkingnya...

----------

Diiringi gerimis tipis romantis, akhirnya kami sampai di puncak Gunung Pangrango yang ternyata hanya segitu doang (biasa aja pemandangannya)… Menuju lembah Mandalawangi adalah wajib jika sudah menggapai puncak gunung Pangrango. Tempat ini melegenda di kalangan pendaki domestik berkat puisi yang berjudul “Sebuah Tanya” karya Soe Hok Gie, seorang aktivis dan pendaki gunung. Puisi inilah yang membuat Saya dan kak Lidya bersemangat untuk membuat video lebay menyerukan potongan puisi itu di lembah Mandalawangi. Sekeliling lembah ini penuh dengan tumbuhan bunga Edelweis yang waktu itu sedang mulai merekah. Jika tidak berkabut, mungkin lembah ini akan terlihat sangat cantik, dikelilingi oleh bukit kecil yang hijau-hijau… Lain kali ya kita sambangi lembah Mandalawangi lagi, yuk!
 



Finally on the Summit of Mount Pangrango




Total 15 jam kami habiskan waktu untuk naik dan turun Gunung Pangrango, itu pun sudah dengan 2 jam istirahat. Cobain ya kawan! :)






Komentar

  1. Wah mantap, sukses untuk pendakiannya

    BalasHapus
  2. original post..mantafff... yg pake minyak wangi lg promo kaliii hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yoii... lagi belajar nulis, thanks dah baca...
      Hahaha... keren ye promo minyak nyongnyong di gunung, anti mainstream haha..

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengibaran Bendera Sepanjang 1 Kilometer di Gunung Rakutak, Bandung

Backpacker ke Dieng, Wonosobo