Gempa dan Sunrise di Punthuk Setumbu, Magelang





Gempa!

Huaaa... huaaa... gempaaa...
Terdengar suara ibu-ibu berteriak di restoran sebuah hotel yang menyatu dengan mall di Magelang saat makan malam. Saya yang berada tidak jauh dari ibu-ibu itu kaget, ngeri melihat kaca-kaca besar di sisi restoran bergetar, gantungan arah penunjuk ruangan bergoyang. Meskipun begitu, salah satu petugas keamanan yang saya tanyai di mana posisi tangga darurat dengan santainya bilang "Ndak apa-apa mba, gempanya gak besar kok". 
Idih, gempa bikin pusing begini dibilang ndak apa-apa? Saking takutnya Saya langsung ambil tas, mencari tangga darurat untuk turun dan keluar gedung. Rupanya di tangga darurat sudah ada beberapa orang yang ingin keluar gedung juga, tidak heboh sih, tapi terasa jelas kecemasan kami. Pas sampai di entah lantai berapa, tidak ditemukan anak tangga lagi, Saya berteriak mengikuti lorongnya, kali aja ada petugas hotel. Tapi yang Saya temui adalah dapur luas yang kosong melompong tidak ada petugas hotel sedikitpun. Dalam hati bergumam, jangan runtuh dulu gedungnya sebelum Saya berhasil keluar! 

Tidak berapa lama mengikuti lorong itu, akhirnya nemu pintu keluar samping hotel. Ternyata di luar sudah berkumpul karyawan hotel, hening. Saya deg-degan luar biasa. Salah satu petugas mengaku, memang di Magelang Jawa Tengah sering terjadi gempa begini. Weleh... Tidak tentram kalau hidup di sana wes...


Lupakan kejadian gempa, melewati malam setelah terjadi gempa membuat takut untuk tidur. Selanjutnya, Saya memikirkan bagaimana caranya menuju ke Bukit Purwosari untuk melihat sunrise di balik perbukitan Menoreh dengan pemandangan siluet Candi Borobudur. Mulai dari browsing sewaan sepeda motor, hingga kepoin Kaskus siapa tahu ada yang sedang di Magelang atau domisili Magelang bisa memberi tebengan. Kalau naik sepeda motor sendirian pagi buta, takut begal. Kalau naik taksi akan mahal. Sampai tengah malam tidak ada keputusan bulat jadi atau tidak ke Bukit Purwosari.


Jam 5 pagi.
Usai sholat tiba-tiba badan saya sangat segar dan bugar, sepertinya memungkinkan sekali untuk ke Bukit Purwosari. Keputusan terakhir cara ke sana adalah naik taksi depan hotel. Hanya ada 2 taksi yang saya lihat dan yang mengantar saya adalah mas-mas yang cuma tanya: "lho, Bu, sendirian? Ga takut?". Kalau takut mending di rumah aja kali ya mas?



Sampai di kaki Bukit Purwosari, saya harus mengeluarkan uang lebih dari Rp.100.00,- untuk membayar ongkos taksi padahal jaraknya tidak lebih dari 20 km, hiksss. Saya bilang ke sopir taksi untuk meninggalkan Saya saja sampai di sini. Tapi dia terus membuntuti dan menguping percakapan Saya dengan warga. Kurang nyaman dengan mas-mas sopir taksi itu, Saya bilang "Saya gak bakal nyasar atau ilang di bukit seperti ini, tenang saja, Saya biasa hiking, sudah mas pergi duluan aja". Tapi, "Mba, bukit Purwosari tutup tidak boleh ada yang masuk karena ada syuting" kata ibu-ibu yang sedang menyapu lahan parkir. Jedeeeer! 


Saya terpikir untuk jalan kaki saja menuju Bukit Punthuk Setumbu, bukit lain untuk melihat sunrise yang lebih tenar dari pada Bukit Purwosari. Tapiiiii mas sopir agak memaksa Saya untuk naik taksinya yang mahal lagi. Weslah, dari pada ngotot-ngototan mending naik saja. 


Tidak hanya sampai di situ "dipalak" sopir taksi itu, sesampainya di pelataran bukit Punthuk Setumbu, saya ditawari lagi untuk ditungguin hingga pulang. Dengan tegas saya bilang: "tidak usah Mas, Saya kayaknya lama banget di sini, mungkin tiga jam", tanpa melihat wajahnya, Saya langsung pergi ngeloyor ke loket pembelian tiket masuk. 

(yes, akhirnya Saya terbebas dari mas-mas dengan tarif taksi ma...hal...)



Bukit Punthuk Setumbu jalurnya sangat mudah, sudah ada setapak berbahan cor semen. Jalur tanah yang dibuat undakan menyambut beberapa meter sebelum puncak. Hanya 15 menit dari loket pembelian tiket menuju puncaknya. Sayangnya saat itu Saya kurang beruntung karena pemandangan sunrise yang Saya harapkan tidak muncul. 



Sunrise Tertutup Awan :(




Area Puncak Punthuk Setumbu



Berada di area puncak sendirian membuat Saya dikerumuni pemberi jasa, menawarkan untuk mengantar ke Bukit Rhema yang terkenal dengan Gereja Ayam. Nampaknya tidak terlalu jauh karena bagian atas terlihat "ayamnya". Saya memilih untuk menikmati area Puntuk Setumbu saja sambil meminum kopi di warung yang bertengger di sisi puncak. Bagian lantai warung terbuat dari anyaman bambu dengan rangka kayu yang di sela-sela anyamannya masih terlihat jurang. Ngeri tapi asik haha!


"Kelihatan gak mba candinya?" terdengar salah satu dari sepasang tamu warung menyapa Saya ketika memotret dari sudut warung. Saya tunjukkan display gambar yang tertangkap kamera, tapi, ini mba-mba napasnya bau rokok. Rupanya sepasang laki-laki dan perempuan ini sejak tadi asik merokok. Demi menjaga perasaannya, meskipun Saya sangat tidak nyaman, pelan-pelan menjauh dan memilih untuk bercakap-cakap menjaga jarak dengan mereka. Pasangan ini berasal dari Depok yang sengaja liburan ke Magelang. Percakapan terakhir adalah, pasangan itu menawari Saya untuk nebeng di mobilnya sampai ke pelataran Candi Borobudur! Mereka melanjutkan untuk memasuki kawasan candi tapi Saya memilih untuk kembali ke hotel. Tak apa nantinya Saya melanjutkan perjalanan ke hotel naik ojek, minimal Saya tidak naik taksi mahal itu lagi. 









Komentar

  1. asekk dapet tebengan grateesss...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mayan, mungkin karena mereka kasian saya naik taksi sendirian, khawatir kekurangan duit wkwkwk...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Jam untuk "Tektok" Gunung Pangrango, Jawa Barat

Pengibaran Bendera Sepanjang 1 Kilometer di Gunung Rakutak, Bandung

Backpacker ke Dieng, Wonosobo