Bagaimana Cara Pulau Belitung Membuat Saya Ingin Balik Lagi (Part 1)



Hi gan, aku Lia.
Dapat nomormu dari thread Belitung.
Aku minat gabung nih, tiket udah di tangan.


Itu teks yang saya kirim ke Yogi, nomor HPnya saya dapat dari forum komunitas online.


Eh btw lu sendirian cewe gpp ni?

Aku sih gpp, beneran,
tapi kalo kalian yang risih gimana dong?

Gak risih, cuman khawatir.
Yaudah yang penting lu ijin sama sama ortu ya.

Yee... Bukan kabur dari rumah juga...
Beberapa kali pernah jalan jadi cewe sendirian.

Ogitu, tadi soalnya ada temen yg nanya,
Baguslah, jadi gak kaget sama lelaki kalo jalan.

Ya Tuhan, Yogi, siapa temenmu itu yang nanya, yang khawatir kalau nantinya saya cewe sendirian. Besok suruh ke rumah ya! Haha!

Tidak lama kemudian, ada grup whatsapp yang beranggotakan kami berenam, membahas... Sebenernya hanya untuk membahas nanti ketemu saya di mana, selebihnya terima dan kirim foto saja. Destinasi mana yang akan dituju tidak dibahas lama-lama di grup, bahkan saya tanya itinerary pun dijawab tidak ada. Ngahaha!

Saya belum pernah ketemu lima cowok ini, sebenarnya saya ada waktu untuk sekedar kopi darat bareng mereka sebelum jalan ke Belitung. Tapi mereka yang tinggal di sekitaran Jakarta sepertinya sibuk banget, kerja sambil kuliah di Jakarta, akan beranak-pinak di Jakarta, akan tua bareng di Jakarta... Saya tidak berani mengacak-ngacak rumah tangga jadwal mereka yang hari biasa bekerja, akhir pekannya kuliah.

Baiklah, saya yakin jika mereka atau salah satunya sebenarnya sudah menyusun rencana mau ke mana saja dan waktunya kapan saja. Saya yang baru mau gabung di trip orang lain, sebaiknya ikuti ke mana mereka pergi kondangan. Saya hanya duduk manis di mobil, nyiapin uang dibayar tunai. Sah? Sah? Sah! Alhamdulillah ya Rabb. (Dih!)



Hari Pertama
Rumah Makan Timpo Duluk
Mereka datang sehari lebih cepat dari saya. Mereka menjemput saya di Bandara Tanjung Pandan, pun udah kesorean, jadi hari pertama saya cuma sempat makan malam di rumah makan Timpo Duluk. Pengin punya gelasnya Timpo Duluk, buat gayung, eh, buat minuman lah.

Hari Kedua
Pantai Nyiur Melambai
Besoknya, kami pergi ke Kabupaten Belitung Timur mengunjungi Replika Sekolah Laskar Pelangi yang sepertinya sudah jadi tujuan wajib wisatawan jika ke Pulau Belitung. Sebelum ke Replika Sekolah Laskar Pelangi, pagi hari, eh, masih pagi banget, kami ke Pantai Nyiur Melambai melihat ibu-ibu senam. Iya, karena di pantai ini ada panggung permanen dan lapangan luas, kebetulan pas kami ke sana sedang ada senam aerobik. Garis pantainya panjang, pasirnya putih tapi butirannya kasar dan ombaknya kecil. Asli, saya pengin nyemplung!

Pantai Nyiur Melambai


Pantai Burong Mandi
Tidak lama, kami lanjut ke Pantai Burong Mandi. Kata James, cowok yang maunya dipanggil nama itu, pantai ini rekomendasi dari salah satu blog terkenal. Tuh kan, ternyata dia yang sudah rapih menggali info destinasi yang harus kami datangi. Bahkan, sebagian besar tempat makan yang kami singgahi, dia dapatkan infonya dari teman. Lebih canggihnya, selain jago membaca peta, dia tahu siapa owner rumah makan Raminten di Jogja, efek tanaman Kecubung, lagu-lagu. Mbah google berjalan lah.

Pantai Burong Mandi
Pantai Burong Mandi sepiiii, tidak ada pengunjung selain kami, burung yang mandi pun gak ada. Padahal pengin mandi bareng (sih?!). Kondisi pantai sedang pasang sehingga air laut langsung menyentuh lambung kapal yang berjejer sandar di pantai. Bisa dibayangin, jika air surut akan lebih bagus untuk sekedar foto-foto. Gerimis turun, cepat-cepat kami ke bertolak ke sebuah vihara dekat Pantai Burong Mandi: Vihara Dewi Kwan Im San. 

 
Bacanya gimana ya?



Rumah Makan Fega
Rumah makan Fega yang ada kapalnya di atas. Saya kira akan seperti rumah makan di atas kapal-kapalan yang terkenal di Tanjung Bira, Sulawesi Selatan. Ternyata di Rumah Makan Fega lebih bervariasi tempatnya. Banyak pilihan meja untuk mojok santai makan. Rasa makanannya paling saya ingat terus sampai sekarang, semua yang kami pesan enak. Balik lagi yuk, tanya resepnya. Haha.

Salah Satu Sudut Rumah Makan Fega


Replika Sekolah Laskar Pelangi
Kami datang ke Replika Sekolah Laskar Pelangi di siang bolong, rasanya kayak lagi di pantai karena minim pepohonan, ditambah tanahnya pasir semua. “Sekolah yang asli buat syuting tidak boleh dikunjungi karena bangunannya udah mau roboh”, kata James. Saya baru pertama kali melihat batu satam di sini, dijual di dekat pintu masuk. Lucu, batu berwarna hitam pekat yang belum dihalusin juga ada yang sudah diikat di cincin, kalau dipakai lebih mirip pecahan arang.

Replika Sekolah Laskar Pelangi


Pantai Punai
Jalan-jalan berlanjut ke Pantai Punai, masih di Belitung Timur. Terdapat tanggul beton di sepanjang pantai namun masih bisa menyentuh pasirnya dan melintas naik ke batu granit di beberapa titik. Oke, coba naik ke bebatuan granit, teman-teman saya yang kakinya panjang-panjang itu satu per satu sudah sampai di titik tertingginya. Lah, saya, harus berhitung lama hanya untuk lompat selebar-lebarnya dari batu satu ke batu lainnya. Ada jalan lain agar tidak melompat, caranya turun dulu ke pasir kemudian naik lagi ke batu lain, tapi resikonya terpeleset karena batunya liciiiin. Yasudahlah, dengan mantap jiwa melompat selebar-lebarnya dan dibantu teman-teman, akhirnya bisa juga naik ke batu paling tinggi, kalau ibu saya lihat anak wedhok manjat-manjat begini bisa dijewerrrr.

Pantai Punai


Saya yang Masih Belum Yakin Naik ke Atas Batu Itu


Museum Kata Andrea Hirata
Jam menunjukkan pukul 16.45, sedangkan Museum Kata Andrea Hirata tutup jam 17.00. “Pak, masih boleh masuk? Kami datang dari Jakarta, hari terakhir di Belitung”, kata salah satu teman saya, lupa siapa yang bilang. Padahal kan, masih besok lusa kita pulang, haha. Penjaga pintu hanya berkespresi muka datar, memberi isyarat kami masuk. Lah, kok tidak dimintai retribusi? Entah karena museum sudah mau tutup atau memang tidak ada retribusi, kami langsung menghambur masuk, asik foto-foto. Sebenarnya saya pengin berlama-lama di sini, ngopi, membaca semua tulisan yang ada di bangunan museum dan memandangi foto-foto dari fotografer profesional. Tapi seorang mbak-mbak tiba-tiba menutup jendela bangunan satu per satu, mau tutup. Hiks.







Bersambung...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Jam untuk "Tektok" Gunung Pangrango, Jawa Barat

Pengibaran Bendera Sepanjang 1 Kilometer di Gunung Rakutak, Bandung

Backpacker ke Dieng, Wonosobo