Kamu Perempuan yang Sering Bepergian? Baca Ini





Sexual harassment atau dalam bahasa Indonesia artinya pelecehan seksual, beberapa tahun terakhir menjadi topik perhatian publik dan organisasi pemerhati perempuan. Korbannya memang sebagian besar adalah perempuan,  yang lebih memilukan pelakunya adalah teman yang berinteraksi dengannya. Latar belakang penyebabnya bermacam-macam, diantaranya semakin banyak media informasi yang mempengaruhi pola pikir pelaku dan kondisi lingkungan yang memperbesar peluang pelaku melakukan aksinya. Apapun alasannya, pelecehan seksual tetap tidak dapat dibenarkan, dan pelakunya dapat dituntut tindak pidana melalui proses hukum.


Kejadian pelecehan yang membuat takut perempuan pernah terjadi pada saya, dua kali, keduanya terjadi pada saat saya melakukan aktivitas mendaki gunung. Dua pelakunya adalah laki-laki yang baru saya kenal, jadi ketemu pertama ya saat naik gunung itu. Saya bukan perempuan satu-satunya di kedua pendakian itu, ada banyak kawan yang sudah saya kenal lama, laki-laki maupun perempuan. Kejadian pertama, di jalur pendakian saat break kedua, ada satu laki-laki yang memanggil saya dengan berbisik, mungkin maksudnya agar teman lainnya tidak mendengar. Pas saya nengok, dia senyum-senyum genit sambil mengacungkan jari tengahnya, gila! Saya langsung jaga jarak dengannya, beritahu teman perempuan agar mereka juga hati-hati dengan orang itu, dan saya jalan ngebut di jalur mendahului dia. Kejadian kedua, saat rombongan tersesat di jalur hingga larut malam dan tidak kunjung menemukan jalur yang benar, membuat kami memutuskan untuk bermalam dengan mendirikan tenda di atas semak belukar. Sebenarnya tenda yang kami bawa ada 2 buah untuk memisahkan laki-laki dan perempuan. Namun kondisi tanah yang tidak memungkinkan hanya muat untuk mendirikan satu tenda, kami berenam yang terdiri dari 2 laki-laki dan 4 perempuan tidur dalam satu tenda. Namanya gunung ya dingin, apalagi kami habis kehujanan, tiba-tiba tangan laki-laki di sebelah saya plukkk…mendarat di perut saya. Walaupun saya memakai kantung tidur, tetap saja kaget dan saya sengaja mengeraskan suara menanyakan apa yang terjadi padanya, agar teman-teman bangun atau sekedar tahu. Saya kira dia mengalami gejala hypothermia tapi kok tangannya langsung ditarik pas saya bereaksi, selain itu dia mengeluarkan kata-kata yang artinya baik-baik saja. Lha terus tadi maksudnya apa tangannya ‘tamasya’? Ternyata dia juga pernah melakukan hal serupa ke teman perempuan saya di lain gunung. Wah, gak bener ini. Sejak itu, bye, gakmau kenal lagi. Aku jijik mas, aku jijik.


Tentu saja kejadian itu sempat membuat saya takut untuk mendaki gunung lagi, terutama dengan orang-orang yang belum saya kenal. Laki-laki yang otaknya nggak bisa terkontrol bisa saja melihat perempuan naik gunung, kondisi acak-acakan, nggak mandi, tapi masih berpikiran untuk menggodanya. Padahal, cara berpakaian saya dan teman-teman saya naik gunung ya berlengan panjang, sebagian berkerudung. Cara berinteraksi saya juga tidak berlebihan, nggak menye-menye, malah sering kelihatan judes, katanya, hiks.


Kejadian yang saya alami itu hanya bagian kecil dalam kegiatan bepergian saya. Lebih banyak saya menemukan teman laki-laki yang baik dan sopan. Sebenarnya ada ciri-ciri laki-laki yang berpotensi melakukan hal tidak baik itu, tapi nggak semua begini ya, misalnya dari awal ketemu cara dia menatap sudah nggak wajar, dia ketahuan banyak memotret kita sendirian dalam satu frame saat beraktifitas, malah biasanya dia pendiam lho. 


Saya tidak menyalahkan laki-laki sepenuhnya karena memang pada beberapa kasus, si perempuan justru yang memancing kejadian. Misalnya, si laki-laki yang sedang bersama pasangannya, pacar mungkin, yang tadinya biasa saja pikirannya mendadak berniat macam-macam akibat melihat atau merasakan si perempuannya menggoda duluan. Entah dengan penampilan, suara, maupun sentuhan. Kalau keduanya saling sadar dan tahu konsekuensinya jika dilanjutkan dengan aktivitas seksual sih itu urusan mereka. Tapi yang aneh jika terjadi aktivitas seksual, ternyata si perempuan merasa dirugikan, menuntut, hingga mempermasalahkannya sampai proses hukum.. Aduh mbak, kucing lapar dikasih ikan goreng ya mau lah..


Mungkin yang saya alami ini bagi beberapa perempuan tidak masalah, tapi cukup bermasalah bagi saya karena sempat menimbulkan rasa khawatir dan takut beraktifitas di luar. Awalnya saya juga tidak mau menuliskan apa yang saya alami, rasanya ingin melupakan saja karena kejadiannya sudah lama, tapi ternyata penting disampaikan karena saya ingin teman-teman sesama perempuan agar mampu menjaga dirinya dan jangan takut menceritakan kejadian yang mendekati pelecehan kepada teman atau saudara. Naluri perempuan seharusnya bisa mendeteksi adanya ketidakberesan niat laki-laki jahat, jangan sampai terjadi hal yang lebih parah deh.


Kejadian yang tidak diharapkan para perempuan, terutama bagi yang sering bepergian sebenarnya dapat diminalisir. Cara berpakaian dan cara kita berinteraksi dengan lawan jenis menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Ketika bepergian, sebaiknya mengajak sesama perempuan agar ada rasa aman, dan tentunya bisa saling pinjam pensil alis yes. Jika terpaksa bepergian sendirian, sebaiknya pasang tampang muka judes deh! Haha.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Jam untuk "Tektok" Gunung Pangrango, Jawa Barat

Pengibaran Bendera Sepanjang 1 Kilometer di Gunung Rakutak, Bandung

Backpacker ke Dieng, Wonosobo