Ini Namanya Bobo Siang atau Berjemur di Pulau Cingkuak?
Matahari pas di atas ubun-ubun ketika mas Andi
terbangun dari tidurnya, disusul mba Titim. Saya yang lelap tidur di pinggiran pantai belum
goyah sampai benar-benar kepanasan. Haha, sial, ketika saya bangun, mereka
sudah nyengir-nyengir di tempat yang teduh tanpa membangunkan saya yang tidur
kepanasan. Awalnya, “lapak” kami nyaman karena tidak terkena matahari langsung,
terlindungi pohon kelapa ditambah angin yang semriwing. Mungkin karena lelah
menggendong ransel gede membuat tidur siang kami nyenyak, hingga tidak
menyadari matahari kan “berjalan” berpindah tempat… Zzzz…..
Satu ransel berukuran 34 liter nemplok di punggung
saya yang melangkah gontai, ditambah lagi dengan satu daypack sempurna menutup dada dan perut. Hari mulai terik ketika
saya dan dua teman berhenti di pinggir jalan raya daerah Painan, Sumatera
Barat. Kepala mulai berputar, merasa ada
yang aneh dengan perut saya, pucat. Berdalih lapar karena dari pagi belum makan
apapun, saya memaksa mengajak dua teman itu untuk segera mencari warung makan.
Sebenarnya saya ingin numpang ke kamar mandi dan mengecek-ricek apakah saya
kedatangan tamu bulanan….. Lima puluh meter berjalan, ketemu warung makan serba
santan yang bangunannya serba kayu… Tanpa ba bi bu saya sedikit memaksa pemilik
warung untuk diantarkan ke kamar mandi (jauh dari warung) daaaaaan ternyataaaaa
memang benul saya kedatangan tamu! (pantes rasanya hampir
pingsan!)
Tersenyum Menahan "Beban" |
Dua teman saya bernama mba Titim dan mas Andi adalah
teman-teman yang baik. Meskipun makanan sudah habis disantap, mereka tetap “berpura-pura”
ingin lebih lama di warung, padahal mereka ingin saya istirahat lebih lama, mungkin tidak tega melihat muka saya lusuh menahan sakit bulanan ini.
Dilihat dari kejauhan, pantai Carocok ini sangat ramai, memang peak season saat
itu. Hampir tidak ada celah untuk kami sekedar “ngampar” di pasir. Namun, saya
melihat banyak jembatan melintang ke tengah lautan, bukan hanya sekedar
pajangan, rupanya menyambung ke dua dermaga kecil. Banyak kapal-kapal kecil
hilir mudik, bisa mengantar pengunjung ke pulau. Pulau? Ya, kita
dapat menyeberang ke Pulau Cingkuak yang
merupakan bagian dari wisata pantai Carocok, Painan. Tidak kurang dari
setengah jam saja untuk sampai di Pulau Cingkuak. Biayanya? Sepuluh ribu rupiah
saja per orang. Mari lah nyebrang, siapa tahu nemu “lapak” nyaman ya!
-----------------------
Awalnya, kami harus berkendara dua jam dari kota Padang
menggunakan mobil sewaan, lebih tepatnya travel gelap yang berjejer di daerah Simpang
Gaung. Cukup membayar Rp.30.000,- per orang kami bisa turun di depan pintu
gerbang menuju Pantai Carocok, Painan. Bergaya menolakd itawarin naik ojek, jadilah
kami berjalan kaki, awalnya semangat, tetapi lima belas menit kemudian gontai
karena bawaan kami yang berat, ditambah kondisi badan setelah hiking di Gunung
Kerinci dan Danau Gunung Tujuh sebelumnya. Maknyussss kaki ini rasanya.
Sepanjang jalan, mata kami jelalatan untuk mendapatkan
penginapan, sebenarnya kami bingung apakah memilih penginapan di Painan atau di Kota Padang. Satu kali mendapati plang homestay, catat nomornya dan menemukan plang
lagi, catat lagi. Alhasil, maksud hati ingin leyeh-leyeh di pantai malah
telepon penginapan-penginapan untuk booking, haha!
Layer Perbukitan di Bukit Barisan |
Setelah kami “matang” kepanggang matahari, bingung mau
ngapain lagi. Wahana water sport itu-itu saja, mau berenang kebanyakan orang,
hanya tempat berkarang yang sepi orang berenang. Mau snorkeling pun tidak
ada spot yang bagus. Diving? Apa lagi, tidak ada fasilitasnya. Mati gaya…
Adalah ms Andi, di tengah perbincangannya dengan orang
lokal yang menyewakan terpal tempat kami “terpanggang” matahari, mendapatkan
info bahwa sebelum pulang harus mencoba menaiki tower! Wihhh, panjatan!
Pemandangan dari Atas Tower |
Tinggi buangettt, rasa senang membuncah, entah mengapa
saya selalu exicted ketika berada di ketinggian. Entah tingginya berapa
puluh meter, tower itu dapat menyuguhkan pemandangan yang sangat luas. Pulau
Cingkuak terlihat kecil dari pucuk tower. Tangga tower seperti tangga monyet, hanya berbentuk besi berdiameter 1-2 cm menyilang diantara dua batang
besi penyangga tanggan. Ketika ada seseorang yang memanjat, maka akan terasa
sekali bangunan bergetar.
Hari mulai sore, di salah satu sisi laut memantulkan cahaya matahari berwarna keemasan sehingga jika kita berfoto dengan layar sisi laut itu hanya terlihat siluet. Namun sisi lain yang berseberangan dengan matahari tenggelam adalah pemandangan gugusan Bukit Barisan. Memanjang dari utara ke selatan. Berlapis-lapis perbukitan hijau teduh. Pulau-pulau kecil yang tidak padat kapal berlabuh terlihat menghampar.
Hari mulai sore, di salah satu sisi laut memantulkan cahaya matahari berwarna keemasan sehingga jika kita berfoto dengan layar sisi laut itu hanya terlihat siluet. Namun sisi lain yang berseberangan dengan matahari tenggelam adalah pemandangan gugusan Bukit Barisan. Memanjang dari utara ke selatan. Berlapis-lapis perbukitan hijau teduh. Pulau-pulau kecil yang tidak padat kapal berlabuh terlihat menghampar.
Tower ini merupakan semacam mercusuar, rupanya ada dua
mercusuar lainnya di dua pulau berbeda. Tinggi dua tower itu kalah telak dengan
mercusuar yang saya pijaki. Saya melihat juga di pucuk tower terdapat peralatan
yang mirip solar system berukuran mini. Saya tidak tahu apakah fungsi peralatan
itu.
Pantas saja ada mercusuar, sepanjang perjalanan saya
dari Kota Padang ke Painan saya melewati banyak pelabuhan, yaitu Teluk Bayur,
Bungus dan Muara Padang. Sumatera Barat sibuk ya :)
Terima kasih tower… Karena keberadaanmu, kami sangat
terhibur di liburan kali ini. Setelah puas jeprat-jepret, kami memutuskan untuk
kembali ke Kota Padang, rencananya menginap di hotel di tengah Kota Padang saja. Ini karena homestay di daerah wisata Carocok, Painan
harganya lebih mahal jika dibandingkan dengan penginapan di Kota Padang.
Cukup senang…. Orang-orang bilang sih “happy ending” walaupun kulit kami sedikit terbakar matahari akibat bobo siang, eh, berjemur di pantai, hehe!
Komentar
Posting Komentar