Tek-tok Unyu di Bukit Munara, Bogor
Lebih
tepatnya ini naik bukit, bukan naik gunung karena puncaknya dapat digapai dalam
waktu satu jam saja. Itu pun sudah termasuk foto-foto gemes dan istirahat
cantik.
Namanya Bukit Munara di ketinggian 1.119 MDPL.
Namanya Bukit Munara di ketinggian 1.119 MDPL.
Hari Sabtu, saya dan seorang teman bertolak dari Jakarta menuju ke Bogor menggunakan commuter line. Meeting point saya dan teman saya itu di Stasiun Bogor. Uniknya, ternyata kami berada di satu rangkaian yang sama namun baru menyadarinya setelah saling mengirim pesan singkat saat turun dari kereta. Gunung, eh, bukit yang akan kami tuju berlokasi di Desa Kampung Sawah, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Menurut informasi yang saya baca di blog-blog, lokasi ini dapat dijangkau cukup dengan menaiki transportasi umum angkot.
Berganti-ganti
angkot sebanyak tiga kali membuat saya agak mengantuk, apalagi di angkot ketiga
yang durasinya setengah jam lebih dengan kecepatan normal… Bikin pengin gelar
matras di angkot!
Saya sampai
di gapura Desa Kampung Sawah sudah cukup siang, waktu menunjukkan sekitar pukul
12.00 dan belum sarapan. Demi memenuhi kebutuhan makan kami yang tidak
tertahankan, kami melipir berjalan kaki ke warung makan yang letaknya 100 meter dari gapura
desa. Lumayan pemanasan (gak pake kompor).
Waktu
menunjukkan hampir pukul 14.00 ketika kami bersiap trekking. Kami berdua belum
pernah ke bukit ini sebelumnya. Hasilnya, kami nyasar mencari kaki bukit untuk
memulai trekking. Ini akibat kami terlena ngikutin jalan setapak semen yang
sebenarnya tidak terlalu lebar. Ah, mungkin kami hanya kekenyangan…. Lalalala…
Apanya yang Miring Coba? |
Setelah
menemukan jalan yang benar, melewati jembatan sungai, lalu sedikit kebun,
kemudian pohon bambu akhirnya kami tiba di warung. Pos pertama, mungkin. Ketika
melipir ke bangku warung, saya diminta penjualnya untuk membeli dagangannya
karena sudah bersusah payah dibawa naik. Saya beli sebotol air mineral yang
sebetulnya saya sudah bawa juga.
Terdapat
goa atau mirip dengan celah diantara bebatuan tinggi di tengah jalur. Akar
gantung menghiasi bagian depan goa dan kita harus melewati akar gantung itu untuk
menuju puncak. Jalur yang didominasi bebatuan ini belum banyak menyuguhkan
pemandangan luar karena terhalang pepohonan yang cukup rindang. Pemandangan
baru akan terlihat ketika hampir mencapai puncak, yaitu sisi kanan dari atas tebing batu. Pemandangan di sini sudah cukup bagus, saya pikir inilah puncaknya, tapi
ternyata puncak masih 10 menitan lagi ke atas. Saya mencoba memanjat tebing yang tegaknya hampir 90' tanpa pengaman. Agak bahaya memang, tingginya
hanya sekitar 6 meter, lebih. Kali ini rock
climbing pertama saya….memakai rok! Duh! Saat menuruni tebing batu itu saya
mengalami kesulitan karena memakai sandal gunung yang tebal sehingga cengkraman
pada batu tidak baik. Akhirnya saya dibantu oleh adek-adek gemes dengan mengarahkan pijakan kaki saya dari bawah saya. Saya freeze di tengah-tengah tebing karena gagal fokus nyari pijakan, sampai
sandal saya dicopotin sama adek-adek gemes itu. Yaelah, makasih ya dek!
Saya
berdalih ingin mencoba trekking dengan tetap berbusana syar’i, maka inilah kesempatan
untuk mencoba memakai rok panjang dari pada mencobanya saat mendaki gunung-gunung tinggi. Memang untuk trekking naik saya mengalami
kesulitan karena berkali-kali menginjak rok sendiri. Sedangkan untuk turun
bukit tidak terlalu bermasalah. Yah, memang untuk taat pada Tuhan butuh
pengorbanan. Semoga kelak saya bisa
konsisten mengenakan busana sesuai syariah di manapun berada. Doakan yaa…
Berada di
puncak bukit pemandangannya tertutup awan di satu sisi, namun di sisi lain
masih cerah. Puncaknya yang didominasi oleh batu-batu raksasa ini kurang sedap
untuk dipandang karena kotoran kambing tersebar di mana-mana. Agak ngeri kalo
jatuh dan menimpa ratusan kacang atom bakar yang melempem hingga lembek-lembek
gitu…
Puncak Bukit Munara |
Waktu sudah sangat sore ketika sampai kembali di kaki bukit, mungkin sekitar pukul 17.00. Saya berteriak kegirangan saat melihat pelangi yang sangat jelas dan sempurna bentuknya. Lebih senang lagi ketika ada satu komunitas yang menawarkan tebengan untuk menuju ke stasiun menggunakan mobil bak terbuka sewaan. Salah seorang diantaranya kenal dengan muka teman saya. Lumayan.
Sore yang indah. Cobalah ke gunung, eh, Bukit Munara ya, jangan kalah sama (eek) kambing :P
Komentar
Posting Komentar