Pulau Roar, eh, Oar di Ujung Kulon, Banten
I got the eye of the tiger, a fighter, dancing through
the fire, cause I am a champion and you’re gonna hear me roar..
Louder, louder than a lion, cause I am a champion and
you’re gonna hear me roar wo.o.o.o.oooo wo.o.o.o.oooo... (terus aja wo-wo-an sampe keselek macan beneran)
Saya berulang-ulang bersenandung lagu ini karena judul lagunya mirip pulau yang akan saya kunjungi, Pulau (R)Oar.
Sebenarnya trip ini
dadakan, berawal dari kebimbangan saya dan beberapa teman di satu grup whatsapp membahas liburan akhir pekan di Jakarta. Setelah
ngobrol ke sana-kemari, sempat bahas pulau-pulau yang nyeberang ke Sumatera,
akhirnya kami memutuskan untuk ke Kota Serang menuju Benteng Spellwijk, putusan ini diambil saat
H-5 trip.
Namun saat H-2 tiba-tiba salah satu orang iseng bilang: “Eh, sekalian saja ke
Tanjung Lesung, toh sama-sama di Banten juga, pasti deketan tuh sama Benteng Spellwijk”.
Kabar ini membuat teman saya lainnya semangat hingga share screenshoot google map
yang menampilkan jarak antara Benteng Spellwijk dan Tanjung Lesung. Iya
dekat, hanya beberapa sentimeter (dalam layar smartphone).
Hari keberangkatan,
Sabtu, saya dan seorang teman sebut saja Novita dijemput dua teman lainnya di stasiun Poris Tangerang. Kami berempat
dengan formasi duduk di depan kemudi sebut saja Toni, duduk sebelah kursi kemudi Hada dan dua orang
yang tidak berhenti bicara kecuali ketika tidur dan makan: saya dan Novita. Siap meluncur Komandan..
Dua jam berlalu dalam mobil, muncul percakapan: “Udah siang nih,
mendingan langsung ke Tanjung Lesung saja ya?”, yang lainnya menjawab “boleeehh”.
Praktis, Toni langsung banting setir menuju Tanjung Lesung, “Nanti kita buka
tenda di Pulau Oar saja ya, letaknya tidak jauh dari Tanjung Lesung” (dia tahu
tempat ini dari internet). Cihuuuy… Batinku menari-nari, akhirnya akan camping juga di pantai. Benteng Spellwijk tujuan utama kami terlewati, bukan, kami
bukannya labil.
Satu jam, dua jam, tidak kunjung sampai di Tanjung Lesung, hingga jam di
tangan Hada menunjukkan hampir pukul 16.00. Kami berkompromi lagi dan membuahkan kesepakatan untuk langsung ke Pulau Oar. Tanjung Lesung yang menjadi
tujuan (kedua) kami pun dilewati lagi karena khawatir hari mulai gelap ketika akan
mendirikan tenda di Pulau Oar. Akses menuju Pulau Oar harus menggunakan perahu
nelayan sehingga membutuhkan waktu untuk mencari perahu, menawar harganya, lalu
berlayar. Dadah-dadah Tanjung Lesung, kami hanya melihat plang selamat datang
Tanjung Lesung saja. Lagi-lagi, bukan, kami bukannya labil.
Tawar-menawar sewa perahu beres, akhirnya kami sampai di Pulau Oar. Saya
pikir ini adalah pulau tidak berpenghuni, jadi bisa bebas mendirikan tenda di
mana saja. Tapi nyatanya seorang bapak menghampiri kami yang baru mendarat,
malak, eh, minta uang masuk dan mendirikan tenda per orang Rp.20.000,-. Saya
sebut malak karena sang bapak tidak memberikan tiket retribusi atau semacamnya.
Tidak apalah, anggap saja Toni sedang berinfaq (iya, yang bayarin kami semua
adalah Toni, hihi).
Malam itu tidak ada satupun pengunjung atau tenda selain kami. You can
call this pulau pribadi!
Menjelang malam, angin begitu ribut, sampai tenda kami bergoyang hebat
hampir terbang dengan pasak-pasaknya. Tenda yang awalnya berdiri di pasir dekat
pantai, akhirnya kami gotong masuk ke semak-semak agar tidak terkena angin langsung.
Keadaan belum aman, tenda masih bergoyang, akhirnya kami menambahkan flysheet yang dipasang vertikal dari
sisi angin datang, berharap dapat menghalau angin ribut. Aman. Sedikit.
Api unggun mulai dibuat, kami manfaatkan untuk memasak air. Api unggun
menjilat-jilat, air rebusan cepat matang, nesting pun ikutan matang, iya
pegangan nesting saya ikutan terbakar, sedikit meleleh. Get well soon my nesting.
Angin tidak kunjung reda menghambur ke arah kami, sehingga kami
memutuskan untuk memasak di dalam tenda saja. Setelah masakan matang, sepertinya seru makan di bawah bintang-bntang. Kami semua keluar tenda membawa makanan
matang bermaksud melahapnya sambil ditemani bintang-bintang. Tapi, satu per
satu dari kami berpikir untuk kembali saja ke dalam tenda saja, menenteng
makanan ikut masuk tenda. Angin masih berhembus kencang di luar. Ya, kami
berempat positif makan di dalam tenda kok (tidak pindah-pindah lagi keluar masuk
tenda).
Malam itu saya sangat terkejut ketika mendongak ke langit, melihat bulan seolah-olah besarnya sama
dengan matahari. Saat itu bulan purnama! Kami berempat langsung berfoto dengan gaya
ala-ala artis Instagram, mengambil siluet masing-masing. Cakep!
Hari berikutnya, sunrise tidak begitu menggoda karena cuaca sedikit
berawan. Awalnya saya berniat snorkeling, namun saya urungkan karena ombak lumayan
besar dan cukup membuat pusing jika nekad snorkeling. Kondisi terumbu karang di
Pulau Oar masih terbilang bagus, beberapa bulan sebelumnya saya memang pernah
snorkeling di sana. Perhatian saya, Novita dan Hada tersita ketika Toni
mengeluarkan koper berisi seperangkat alat drone
alias kamera remote control. Kami foto pakai drone yang
mendengung di atas kami, mulai pose dadah-dadah hingga berantem-beranteman.
Menjelang siang, kami dijemput perahu yang kemarin kami sewa. Sebelum
mendarat di “Pulau Jawa”, saya meminta sang nahkoda untuk berputar mengelilingi
Pulau Umang yang letaknya tidak jauh dari Pulau Oar. Berbeda dengan Pulau Oar, Pulau
Umang sudah dikelola oleh swasta sehingga jika berlabuh di dermaganya akan
dikenai biaya.
Liburan labil pun usai. Tidak jadi ke Benteng Spellwijk, tidak jadi ke Tanjung Lesung.
Jarak antara Benteng Spellwijk, Tanjung
Lesung dan Pulau Oar memang sama-sama
di Provinsi Banten, tapi letaknya sangat berjauhan jika ditempuh melalui jalur darat. Karena ketidaktahuan jarak inilah yang
menjadikan tujuan destinasi liburan akhir pekan kami menjadi berubah-ubah. Tujuan
utama Benteng Spellwijk (tidak jadi), kemudian satu orang mengacak-acak agenda, mengusulkan
ke Tanjung Lesung (hanya dilewati). Berakhir di Pulau Oar (udah itu aja).
Saya dan Novita Mejeng di Pulau Maaahal: Pulau Umang |
Jalur Kelabilan Trip Kami |
novita? koq mukanya ga asing ya? sepeti saya kenal? aah mungkin hanya mirip saja!
BalasHapusnovita? koq mukanya ga asing ya? sepeti saya kenal? aah mungkin hanya mirip saja!
BalasHapusMungkin anda benar dia yang dimaksud.. Penyamaran hahaha...
Hapus