4-2-1 Kenangan di Banda Aceh




Empat Lokasi Menarik:
1. Pantai Lampuuk
2. Taman Edukasi Tsunami
3. Masjid Raya Baiturrahman
4. "Rex" outdoor food court

Dua Makanan Lezat:
1. Mie Aceh
2. Ayam Tangkap

Satu Minuman nikmat:
Kopi Aceh


Kombinasi yang mantap.


Tujuh tahun pasca bencana tsunami, Kota Banda Aceh terlihat tampil percaya diri kembali. Hampir tidak dijumpai sisa-sisa bencana, bangunannya rapi, jalanan mulus, orang-orangnya ramah, Banda Aceh rupanya sudah "move on".

Pantai Lampuuk dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua selama 15 menit, sepanjang 15 km dari pusat kota Banda Aceh. Sepanjang jalan saya tidak melihat adanya kendaraan umum, orang Aceh menyebutnya Labi-labi (angkot). Jadi untuk menjangkau pantai ini lebih baik menggunakan kendaraan pribadi atau carter angkot, eh, Labi-labi. 



Kejutan, pantai Lampuuk dipagari oleh pegunungan yang cantik. Pantai pasir putih ini di satu sisi dilindungi sebaris kaki gunung, sehingga nampak seperti karang pelindung ombak.  Di sisi lain yang tidak "kebagian" barisan kaki gunung  nampak ombaknya lebih besar. Mantai sambil menikmati aneka seafood yang dijajakan di warung-warung yang berbentuk dangau makin memanjakan diri. Ikan kerapu hitam berbintik (entah apa namanya) yang dibakar rasanya membuat saya bisa menghabisi seekor ikan ini seberat ± 1 kg sendirian. Haha!


Pantai Lampuuk dari Kejauhan


Pasir Putihnya Pantai Lampuuk

Pantai Lampuuk yang "Dibentengi" Bukit



Pernahkan anda melihat kapal besar "parkir" di atas daratan? Dahsyatnya tsunami yang telah "memarkirkan" sebuah kapal yang beratnya hingga 2.600 ton di daratan. Kapal ini milik Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang bernama Kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung I. Kapal dengan panjang 19 meter dan lebar 9 meter ini terseret tsunami sejauh 2 kilometer dari Pelabuhan Ulee Lheue. Sekarang bangkai kapal dijadikan sebagai tempat wisata di Kampung Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh. Tak jauh dari kapal  ini dijumpai Taman Edukasi Tsunami yang sayangnya pada saat saya ke sana sedang tutup. Dari bagian depan bangunan yang ada di taman, saya masih bisa melihat foto-foto dokumenter pasca tsunami. Gambaran mengenai rumah, bangunan umum, jalanan yang rusak akibat tsunami hingga rupa korban tsunami yang mengenaskan ada di sini. Selain foto-foto, taman ini menyediakan beragam informasi lainnya tentang bencana tsunami, diantaranya bisa melihat film/video tentang tragedi tsunami Aceh di sebuah bangunan utama yang berada di lokasi taman. Menarik kan?



Pemandangan di Desa Sekitar Kapal PLTD Apung I




Asiknya di Banda Aceh, kita berkendara tidak khawatir dengan muacet. Wuzz wuzzz wuzzz, keliling satu kota Banda Aceh tidak memakan waktu setengah hari. Begitu lenggangnya jalan, saya penasaran menaiki bentor (becak motor). Bentuknya seperti becak di kebanyakan pulau Jawa namun dijalankan dengan menggunakan tenaga sepeda motor. Becak dan sepeda motor dilekatkan berdampingan sehingga kita bisa bercakap-cakap dengan pengendara becaknya dengan mudah. 




Beginilah Naik Bentor



Waktu menunjukkan pukul 06.30 WIB, tapi langit masih gelap. Singgah di masjid raya Baiturrahman Banda Aceh di pagi hari lumayan nyaman. Hebatnya, sepagi ini masih diperbolehkan memasuki masjid dan beribadah. Berbeda dengan masjid yang biasanya tidak diperbolehkan memasukinya jika di luar jam sholat (sedikit di beberapa tempat sih). 
Desain interior maupun eksteriornya membuat saya takjub, lama saya mendongak mengamati detil bangunannya, sambil membayangkan yang terjadi ketika masjid ini diterjang tsunami tahun 2004 silam. Masjid yang tetap kokoh pasca diterjang tsunami ini banyak menyelamatkan warganya dari hempasan air bah dan konon tidak mengalami kerusakan yang berarti. Subhanallah...



Bulan Sabit di Atas Masjid Raya Baiturrahman

Cantiknya Masjid Raya Baiturrahman di Malam Hari


Tempat makan di Badan Aceh tidak sulit ditemukan. Untuk sekedar mengganjal perut dapat mengunjungi kawasan yang ada di depan Hotel Medan yaitu Rex. Rex adalah salah satu tempat tongkrongan juga yang berupa outdoor food court. Soal harga, menu di sini begitu terjangkau dan variatif. Kerang darah yang masih utuh direbus berukuran jumbo!

Jika ingin makanan yang "to the point" buat perut, menikmati mie aceh atau ayam tangkap sangat disarankan. Khasnya Banda Aceh ini sangat digemari wisatawan, hingga warung makan di Jakarta saja sudah banyak ditemukan menu mie aceh. Mie aceh istimewa karena rempahnya yang khas dan kental dipadu dengan mie yang super kenyal, besar-besar pula. Menu menarik di salah satu kedai mie aceh di Banda Aceh yaitu mie dengan kepiting rebus yang bentuknya masih utuh diletakkan atas mie, mantapnyaaa. Tidak jauh berbeda dengan mie aceh, ayam tangkap pun mempunyai cita rasa rempah yang khas. Jadi, manjain perut dengan kedua makanan itu ga akan menyesal.

Puas dengan makanan utama khas kota serambi mekah ini, lewatilah malam dengan sekedar nongkrong di kedai kopi. Satu porsi kopi aceh yang disajikan tidak begitu besar, hanya secangkir ukuran tamu di rumah-rumah. Teman saya menghabiskan dua cangkir kopi aceh pekat, sedangkan saya hanya dipesankan secangkir kopi aceh yang encer. Kata teman saya  biar saya ga "mabok". Halah, memang kenapa kopi bisa bikin mabok?



Semoga Aceh senantiasa dilindungi Tuhan YME, budaya dan masyarakatnya terpelihara dengan baik karena saya cinta dan rindu Aceh dengan segala isinya..






Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Jam untuk "Tektok" Gunung Pangrango, Jawa Barat

Pengibaran Bendera Sepanjang 1 Kilometer di Gunung Rakutak, Bandung

Backpacker ke Dieng, Wonosobo