Gawat Darurat: Buka Tenda Saja di Stasiun! (Part 1)



Sebentar, saya ketawa dulu ya… Hahaha..
Ketawa lagi… Hahahaa….

Siapa yang bisa nahan ketawa jika melihat tenda berdiri di tengah kesibukan stasiun kereta api begini?


Tenda di Tengah Kota


Kejadian menggelikan ini berawal dari saya dan seorang teman sesama perempuan yang telah menyelesaikan pendakian Gunung Argopuro. Pagi hari tanggal 16 Mei 2015 kami bertolak dari Desa Bermi Probolinggo menuju ke Surabaya. Siang bolong kami sudah sampai di stasiun kereta api Pasar Turi Surabaya. Konyol sekali karena sebenarnya jadwal keberangkatan kereta kami menuju Jakarta adalah tanggal 17 Mei 2015 jam 21.00 WIB. Mau ngapain coba H-1 sudah datang ke stasiun???

Setelah turun dari bus kota, sambil berjalan kaki menuju stasiun Pasar Turi, kami berdua ngobrol berandai-andai tentang makanan Padang! Maklum, dari pagi menjelang siang kami hanya sarapan nasi pecel dengan porsi diet ketat karbohidrat. Percakapan kami pun menghasilkan ide-ide cemerlang, yaitu kita harus membeli nasi padang dengan dibungkus karena porsi nasinya akan lebih banyak dua kali lipat dari pada makan di tempat. Sepakat dengan itu, kami celingukan sepanjang jalan untuk menemukan warung nasi padang. Security kawasan grosir PGS Pasar Turi tak luput dari sasaran kami untuk menanyakan posisi warung padang. 
Hihiiiiyyy… Akhirnya nemu!
Puas membeli dua bungkus nasi padang porsi kuli, kami pun mengisi ulang botol mineral kemasan ukuran 1,5 liter yang sudah 4/3 kosong… Hahaha…

Siang hingga malam pertama di stasiun dihabiskan dengan berbengong ria masing-masing, saya sempat tertidur pulas. Kata temen saya ini, kaki saya yang posisi tidurnya rebahan di kursi panjang sampai naik-naik ke atas sandaran kursi… Opppsss… Saya hanya butuh bantal guling kaka…

Hingga malam hari lapar lagi!
Demi makan malam, kami keluar stasiun meninggalkan carrier kami beserta handuk yang dijemur di kursi tunggu dan sabun mandi teman saya yang berserakan di lantai. Letak carrier-carrier itu di dekat dinding, paling belakang kursi tunggu. Di halaman stasiun kami bertemu dengan kelompok pendaki yang sempat bertemu juga saat mendaki di Argopuro. Cukup lama kami berbincang. Dasar tidak ada rasa malunya kalau ketemu orang, di tempat makan pun masih ngobrol dengan seorang mantan pendaki. Jadi lebih lama lagi kami nongkrong di kedai makan. 

Setelah lebih dari satu jam berlalu, kami kembali ke ruang tunggu stasiun dan ternyata….. Pintu DITUTUP alias DIGEMBOK… Waduh, kata cleaning service yang masih mengepel lantai di ruang itu, tas kami diamankan di pos jaga stasiun. Imbuhnya lagi, dua tas tersebut sudah diumumkan berulang-ulang melalui pengeras suara menanyakan siapa pemiliknya… Lhaaa… mana denger kami, wong kami makan di luar stasiun…

Kami langsung ngacir ke pos jaga stasiun.. Perut saya sampai sakit menahan tawa sambil mengambil tas-tas kami yang dikira barang tertinggal, barang tak dianggap, barang berbahaya, entah barang apalah… Tiga petugas hanya geleng-geleng kepala saat mengetahui kami ini orang-orang terlantar yang tak punya tempat menginap. Saya pun berinisiatif meminta izin untuk mendirikan tenda di lingkungan stasiun. Awalnya saya minta izin untuk mendirikan di lokasi parkir mobil di bawah pohon yang gelap, tujuannya tentu agar tak terlihat orang lalu lalang. Tetapi satu orang petugas berbaik hati menyarankan agar di tempat lain saja yang aman dari tikus-tikus got. Ya, spot yang aman ada di sebuah pojokan, di depan warung kopi Singgalang, ada juga toko Roti 'O, di sebelahnya ada mesin ATM dan yang paling menggelikan adalah posisi kami di bawah speaker pengumuman stasiun! Jadilah kami berdua mendirikan tenda sambil ketawa-ketawa geli.

Kami menyebutnya ini pos berkemah terakhir, pos Stasiun Pasar Turi! Haha!
Melewati malam itu sungguh berat bagi kami, gangguan bertubi-tubi datang. Pertama, tenda sangat panas, ya iyalah di tengah kota, beralaskan beton, nggak akan mungkin suasananya dingin seperti berkemah di hutan. Kedua, ada banyak anak-anak kecil yang penasaran dengan isi tenda, tengah malam sekitar pukul 23.00-00.00 mereka berteriak-teriak dan tertawa kencang di luar tenda kami. Bahkan ada satu dua anak berusaha mengintip kami yang sedang tertidur melalui pintu tenda… Hiiih, mereka anak apaan ya bermain tengah malam begitu… Ketiga, toa alias speaker pengumuman stasiun berkoar kencang ketika ada kereta api merapat. Berisik sekali, ditambah lagi dengan music closing pengumuman. Hadoooh, durasinya bisa nyala lebih dari 5 menit yang membuat telinga kami budek-dek… Malam itu mungkin sekitar 3-4 kali pengumuan kereta yang “mendarat”. Satu waktu di tenda saya mendengarkan celoteh teman saya di sebelah sambil merem-merem kebangun, katanya: “mungkin mereka sengaja membunyikan musik lama-lama”… Biar apa emang? Biar kita pindah lapak? Ga mungkin.. haha!

Ditambah lagi pagi buta, ada suara bapak-bapak yang minta dibuka… Bukain pintu!… Teman saya sampai terbangun dan duduk dari tidurnya, mengira bahwa tendanya yang harus dibuka… Tapi begitu tahu maksud bapak itu adalah buka pintu gerbang, teman saya langsung tidor lagi… Grrookkkk groookkk

Sebenarnya saya yang masih ngantuk terpaksa keluar tenda untuk mandi dan sholat subuh. Begitu buka resleting pintu tenda, saya tekuk muka dalam-dalam. Malu karena beberapa pasang mata langsung tertuju pada tenda kami… Haha!

 
Tenda di Sebelah Mesin ATM?


Jam menunjukkan hampir pukul 6 pagi. Kami packing tenda tanpa merasa bersalah. Tapi tentu saja saya sambil menahan tawa…

Yah, kerusuhan tenda pagi itu ditutup dengan kepergian kami meninggalkan stasiun sejenak dengan menuju ke museum tembakau, House of Sampoerna, kami mengincar city tour yang bernama Surabaya Heritage Track, menggunakan bus wisata keliling kota Surabaya selama 1,5 jam. Tentunya kami tergiur karena GRATIS! Haha!

Siang hari setelah puas berkeliling kota Surabaya, kami merasa ngantuk yang luar biasa. Rencana awalnya akan ke monumen kapal selam setelah dari House of Sampoerna namun diurungkan karena kami lebih memilih kembali ke stasiun untuk tidur. Benar-benar sampai bego kami sampai di stasiun, bukannya tidur tapi malah asik bengong di kursi tunggu masing-masing. Teman saya yang beragama Protestan itu, menjelang sore hari bersiap beribadah ke gereja. Lalu, saya ngapain? Kan ga asik bengong sendirian… Akhirnya saya telepon teman lama, lumayan ngobrol "ngalor-ngidul" biar ga bengong sendirian… Sambil keleleran di matras di pojokan ruangan, leyeh-leyeh anggap aja di kasur rumah haha…

Menjelang malam, saya baru sadar, teman saya yang ke gereja di dompetnya hanya ada uang Rp15.000,- waduh dia kekurangan ongkos transport gak ya?? Ah, biarkan saja, paling bisa jalan kaki sekitar 3 km untuk pulang ke stasiun. Hahaha… 
Dan ternyata... Ongkosnya pas! Tidak kurang, tidak lebih...




Saat yang ditunggu pun tiba, boarding kereta api.
Sambil asyik mengantri boarding, salah satu petugas yang berdiri tidak jauh, saya tanyain: "mas, gerbong satu di sebelah kanan apa kiri?" Ealaaaa ternyata petugas itu adalah salah satu petugas yang "mengamankan" tas kami kemarin... haha!

"Lho, SAMPEYAN" kata petugas itu sambil tertawa dan geleng-geleng kepala melihat kami lagi ...

Iya, liburan kali ini sangat banyak pengalaman baru. Wajah kami jadi dikenal di lingkungan stasiun, dikenal petugas KAI, cleaning service, juru antar tamu (porter stasiun) bahkan tukang becak stasiun.. Masalah berikutnya yang menghadang kami adalah, uang tunai yang ada di dompet kami hampir ludes… Kartu debet bank? Boro-boro... Kami saling menertawai karena ternyata kami mulai fakir uang tunai sebelum sampai Jakarta! Haha!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Jam untuk "Tektok" Gunung Pangrango, Jawa Barat

Pengibaran Bendera Sepanjang 1 Kilometer di Gunung Rakutak, Bandung

Backpacker ke Dieng, Wonosobo