Gawat Darurat: Buka Tenda Saja di Stasiun! (Part 2)



Image result for cartoon tenda camping
Gambar diambil dari http://klumpukan.kampoengsmuda.org/




Teman saya bertanya kenapa mendirikan tenda di salah satu stasiun di  Jawa Timur itu diperbolehkan, padahal petugasnya galak-galak. Katanya, dia pernah hanya sekedar duduk nge-deprok di lantai stasiun saja sudah diusir-usir petugas. Menurut saya, ini hanya keberuntungan kami saja. Malam itu petugas yang jaga di stasiun usianya masih muda-muda, bisa dipastikan sekitar 20-30an tahun. Petugas stasiun juga manusia, karena masih muda mereka punya selera humor yang tinggi, makanya dengan mudah saya dan kak Lady bercanda dengan mereka. Hasilnya, diizinkan membuka tenda di area stasiun!

Kondisi yang berbeda antara petugas malam dan pagi, ketika akan pergi ke House of Sampoerna pagi hari, kami bermaksud menitipkan tas-tas di ruang jaga petugas stasiun. Namun yang dijumpai di ruang itu adalah bapak-bapak yang tidak terlihat muda, mukanya jutek judes. Lha, ternyata petugasnya sudah ganti shift. Mulailah dialog dengan petugas, alot. Saya sempat berusaha bercanda dengan bapak-bapak di dalamnya, tapi, huh, dasar tidak punya selera humor mereka tidak bergeming mengizinkan kami menitipkan tas kami. Bahkan salah satu diantaranya melontarkan pernyataan bahwa kami harus bayar jika mau menitipkan barang. "Bapak minta berapa?" Saya tanya sambil cengengesan, tapi tidak ada raut muka jenaka sedikitpun dari bapak itu. Hih, sumpeh deh, situ judes banged.

Emosi negatif saya sempat mencuat, sambil sedikit ngomel sendiri, saya langsung keluar ruangan itu. Sampai saya lupa, iya ada kak Lady yang ngintilin saya keluar ruangan juga. Kak Lady dengan muka redup begitu paham dengan sifat saya. Melihat muka kak Lady yang tenang, emosi saya sedikit mereda, lalu saya ajak dia: “Yuk kita nitip tas di penjaga toilet umum saja”. Toilet ini yang saya pakai saat mandi sebelum subuh. Bersih, mungkin karena belum banyak yang memakai toiletnya sehingga aromanya masih aman. Saat itu saya baru ngeuh, penjaga toiletnya ternyata nenek-nenek di dalam rumah sederhana. Duh, saat kondisi diberi bantuan sesederhana ini, saya merasa paling beruntung sedunia, jadi pengin cium siapapun yang memudahkan perjalanan saya. Eh!

Lebih dari 24 jam kami tongkrongan menunggu jam keberangkatan di stasiun itu. Saya jamin, jika bukan karena momen lebaran pasti tidak ada yang mau bermalam di stasiun demi menunggu jadwal keberangkatan. Sebenarnya kak Lady terpikir untuk membeli tiket di calo yang berada entah di mana, via telepon. Calo ini adalah “oknum” pegawai PT. KAI. Hihihi…
Namun sayangnya, kami terlambat untuk pesan tiket kereta sehari lebih awal dari jadwal yang sebenarnya sudah kami beli. Kata oknumnya, seharusnya kami menghubunginya dari pagi untuk keberangkatan malam hari, jadi masih ada kemungkinan seat kosong (meski saya lihat di aplikasi PT. KAI jelas-jelas sisa NOL seat). Sebenarnya nganu banget nih oknum-oknum begini… Tapi, keberadaannya mungkin suatu saat akan membantu saya ya. Lha!

Ketika kak Lady pergi dari stasiun untuk beribadah sore hari, saya sempat mati gaya to the pol. Untungnya sebelumnya saya sudah janjian bertemu dengan Mba Wati di stasiun yang sama ini. Dia teman saya baru pulang dari liburan di Pulau Lombok yang terbang ke kota ini, kemudian akan melanjutkan perjalanan ke Jakarta menggunakan kereta api. Lebih murah biayanya dari pada direct flight Lombok-Jakarta. Saya tahu Mba Wati akan singgah di stasiun yang sama ini karena saya update status di Facebook begini: “halooo, adakah teman yang sedang berada di Kota X?” sambil memakai aplikasi check in sehingga muncul nama stasiun. Mba Wati lah yang berkomentar, sedangkan teman saya yang berdomisili di kota itu tidak ada yang berkomentar. Mungkin memang sudah sibuk dengan rumah tangganya masing-masing ya. Lalu, saya kapan berrumah tangga?? Blarrr...

Duh, dasar tukang jalan-jalan, saya masih saja iri begitu tahu Mba Wati akan jalan-jalan dahulu sebelum jadwal keberangkatan keretanya. Yang bikin iri adalah karena dia jalan-jalan naik motor! Saya belum pernah keliling kota itu dengan mengendarai motor. Asli saat itu saya pengin banget ikut. Tapi apa daya, tidak ada yang menawarkan kecuali tukang ojek mungkin. Hikss..

Lagi-lagi, saya merasa beruntung karena saya dapat oleh-oleh gratis dari Mba Wati: sambel khas Bu Rudi. Awalnya saya iseng nitip sambel Bu Rudi ke Mba Wati, tapi dia tidak familiar dengan kuliner ini, sampai-sampai saya bantu browsing alamat tempat makannya dan saya kirim ke dia. Ternyata dia penasaran juga, mencari-cari tempatnya, dan nemu! Nahaha… enak to mba sambel e…. :P




Kejadian yang menggelikan ini berawal dari pendakian Gunung Argopuro yang terlalu cepat, atau bahkan jadwal tiket kereta yang terlalu lama ya? Biarlah, lalu stasiun mana lagi yang menjadi sasaran kita selanjutnya? *siap-siap berhadapan dengan petugas keamanan stasiun – yang judes.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Jam untuk "Tektok" Gunung Pangrango, Jawa Barat

Pengibaran Bendera Sepanjang 1 Kilometer di Gunung Rakutak, Bandung

Backpacker ke Dieng, Wonosobo