Scuba Diving di Tulamben US Liberty Ship Wreck: Gagal Fokus



Berawal dari rencana tugas kerja selama 4 hari di Bali, saya langsung terpikirkan untuk sekalian diving. Saya menghubungi instruktur diving saya di Jakarta untuk minta rekomendasi diving spot yang aman bagi pemula tapi pemandangan bawah lautnya indah. Hasilnya, saya disuruh menghubungi Wayan, seorang dive master di Bali. Pesan dari instruktur diving saya, mintalah harga diskon ke pak Wayan. Benar saja, setelah sedikit "haha hihi" via BBM akhirnya saya diberi potongan harga Rp 300.000,- dari harga normal untuk dua kali diving!

Sayang sekali, Wayan saat hari H sedang mengantar tamu lain untuk land tour, sehingga saya "dititipkan" ke Yowan, seorang dive master juga, masih muda. Saya dijemput di sebuah hotel di kawasan Seminyak oleh Yowan, driver sekaligus dive master saya.  Spot penyelaman kali ini adalah Liberty Shipwreck di Tulamben, Bali Timur. Pengalaman diving di Bali adalah untuk kedua kalinya bagi saya setelah di Kepulauan Seribu, Jakarta.

Saya hanya membawa sepaket fin, masker dan snorkel dari Jakarta, sehingga untuk dive gear lainnya disediakan oleh Yowan. Dive gear tersebut sudah disiapkan Yowan di mobil bagian belakang. Tampak jok mobil paling belakang dilepas agar dapat memuat segambreng dive gear untuk dua orang. Sesampainya di sebuah resort di Tulamben, saya melihat ibu-ibu yang memanggul tabung udara di kepalanya! Widiih, saya "menggendong" tabung udara di laut saja bisa pegal, lha ini ibu-ibu dengan santainya manggul di darat, sakti banget yak.. Kata Yowan, bahkan ada ibu-ibu yang sanggup menenteng 2 tabung sekaligus! Wihiiiy!

Rupanya tabung udara yang akan kami gunakan tidak ada di mobil, tapi sudah disiapkan di resort. Mayoritas yang diving di Tulamben saat itu didominasi bule-bule. Saya hanya melihat sedikit orang lokal, itu pun sebagai pelayan restoran, dive master, guide dan nenek-nenek penjual sate ayam. Lha, penyelam lokalnya mana nih?

Garis pantai Tulamben sangat pendek, sebagian besar dipenuhi batu-batu sekepalan tangan. Susah untuk berjalan bahkan melakukan teknik shore entry bagi saya yang memakai fin biasa atau full foot. Enaknya sih pakai fin open heel, pakai sepatunya, jalan di bebatuan, setelah di laut baru kenakan bagian lain fin.

Wetsuit telah terpakai dan briefing sejenak. Kata Yowan, muka saya terlihat tegang saat briefing. Padahal saya sedang berfikir keras mengingat fungsi alat-alat diving di depan saya. Jangan sampai salat pencet atau salah pakai regulator. Hihi... Oiya, kostum diving saya tetap menutup semua kulit kecuali muka dan telapak tangan, tentunya telapak kaki juga terbuka karena untuk memakai fin full foot lebih nyaman tanpa gear tambahan mirip sarung kaki. Wetsuit yang disediakan memang berlengan pendek, hanya sampai lutut dan siku, namun saya gabungkan dengan baju renang berhijab. Jadi, pakai baju renang dahulu kemudian dirangkap dengan wetsuit. Kombinasi yang djamin panas bin gerah kalau dipakai di darat...

Hari menjelang siang ketika penyelaman pertama selesai, sekitar pukul 13.00 saya berniat untuk sholat. Namanya di Bali, agak susah mencari mushola atau sekedar ruangan khusus untuk sholat. Setelah berwudhu, saya celingukan mencari tempat yang nyaman untuk sholat. Tempat wudhu memanfaatkan air bersih yang ada di kamar mandi. Mencoba bertanya pada dive master yang entah apa agamanya pun dia tidak tahu, dia malah menunjuk ke bungalow-bungalow di belakang restoran. Yapp, jadilah saya sholat di teras bungalow yang sepertinya tidak ada tamunya... Beberapa saat kemudian, di tengah sholat, ada sepasang bule yang masuk ke bungalow itu, hihi. Untunglah saya didiamkan saja, tanpa ditanya-tanya atau bahkan diusir. Ah, indahnya toleransi beragama...

Ada pengalaman lucu ketika menyelam pertama di sini, dari kejauhan saya melihat badan kapal yang mirip seperti tebing vertikal. Kanan adalah badan kapal dan kiri tidak ada apapun alias blong hingga dasar laut tidak terlihat. Jujur, saya merasa ngeri. Glek!
Pas melewatinya, di satu sisi saya menikmati karang dan ikan kecil berwarna-warni di badan kapal. Namun di sisi lain, ketika melihat ke kiri dan ke bawah, duh, nyer-nyeran. Hingga saya menyadari, lho saya sendirian, ke mana si Yowan? Kanan, kiri, bawah kok tidak ada, ternyata ada yang mencolek-colek saya dari atas, Yowan masih berenang di atas saya.. Hehe!

Scuba diving adalah olah raga yang menuntut kemahiran membaca arah. Ini susah dilakukan ketika sudah berada dalam laut. Saya sempat disorientasi karena badan sudah terbolak-balik dan ada arus kecil yang memberatkan saya berenang. Yak, Yowan pun menarik tangan saya menyusuri lambung kapal. Duh, saya jadi salah tingkah. Eh, memang bisa berekspresi salah tingkah di dalam laut?
Di darat saja saya tidak pernah digandeng laki-laki selain keluarga, risih, beberapa detik kemudian saya beralasan akan melakukan masker clearing untuk melepas tangannya (lalu benerin poni, eh).

Diving di Tulamben benar-benar istimewa, saya bisa menemukan ikan nemo hitam-abu, binatang mirip cacing yang berdiri di dasar laut, ikan dan koral warna-warni serta melewati bagian-bagian kapal. Bahkan, saat saya melakukan safety stop, muka saya dikerubungi ikan-ikan warna hitam-ungu seukuran 2 telapak tangan orang dewasa. Jadi lapar. Haha!





Komentar

  1. haloo.. boleh minta kontak Pak Wayan? saya mau diving di Tulamben juga nih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf baru jawab, ini nomor Pak Wayan Suartika 08123669440/087860128927
      KApan mau diving?

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Jam untuk "Tektok" Gunung Pangrango, Jawa Barat

Pengibaran Bendera Sepanjang 1 Kilometer di Gunung Rakutak, Bandung

Backpacker ke Dieng, Wonosobo