Antara Horror vs Kocak di Gunung Arjuna & Welirang




Ini Apa Yha?



Sore berganti malam, saya yang berjalan turun gunung bersebelahan dengan Bang Arul tiba-tiba mendengar jeritan suara burung mirip perempuan tertawa, eh, perempuan mirip burung, duh, entahlah apa itu. Langkah kami berdua dipercepat, saya tidak berani menoleh kiri dan kanan apalagi belakang dan atas. Bang Arul yang berada di sisi kiri saya sepertinya mendengar suara itu juga. Tim kami berada jauh di belakang, sedangkan lima orang lagi jauh di depan. Setelah jalan lumayan jauh dari suara itu, kami perlambat langkah hingga tim belakang bisa menyusul kami. 


---------------------------------


3 November 2016

Tiga hari sebelumnya, 10 orang bertolak dari Jakarta menuju Surabaya menaiki kereta api. Tim kami bertambah 4 orang di Surabaya, mereka berasal dari Malaysia, salah satu diantaranya perempuan berbadan mungil, tapi tenaganya sebumi! Dari sisi manajemen tenaga, cowok tim kami yang dari Jakarta kalah semua lah, haha! 



4 November 2016

Dini hari setelah melakukan perjalanan selama 11 jam di atas rel kereta api, kami istirahat di Taman Bungkul, tempat bertemu dengan kawan dari Malaysia. Mereka sudah beberapa hari di Indonesia dan tujuan utamanya adalah mendaki Gunung Arjuna dan Welirang. Tim Jakarta belum ada yang mengenalnya, selama ini pun berkomunikasi hanya melalui grup whatsapp. Lha kok bisa barengan dengan kawan dari Malaysia? Namanya juga pendaki ala-ala, kenalannya si itu, si anu, akhirnya ada kata: "Titip temen gue" ya... 
Iya, kami dititipin kawan negara tetangga.



Pagi hari dengan menyewa elf dari Surabaya, kami sampai di basecamp Tretes yang berada di Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Perbekalan untuk 3 hari 2 malam di gunung belum cukup sehingga kami beramai-ramai pergi ke pasar tradisional dekat basecamp. Saya tentu semangat dapat tugas masuk pasar. Mas-mas pendaki gagah pun dengan senang hati pada ikut ke pasar, mau foto-foto lucu, eh, manggul karung beras. 
Di luar dugaan, harga sembako dan sayuran di salah satu warung yang kami serbu harganya hampir sama dengan yang ada di Jakarta. Padahal lokasi pasar ini tidak jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Pasuruan. 



Mas-mas dan Mba-mba Pendaki yang Siap ke Pasar





Tuh kan, Duh!



Urusan belanja selesai, hal yang paling ricuh setelah mengacak-acak pasar pagi itu adalah... Berbagi beban bawaan. Mereka maunya makan enak, yasudah kami buat menu-menu yang memanjakan lidah dan perut, dampaknya ya belanja logistik agak mengerikan banyaknya. Saya tertawa geli melihat teman-teman heboh saling menolak berbagi beban belanjaan untuk dimasukkan dalam carrier masing-masing, ada rasa iba, ada rasa sayang, ada rasa yang tak tersampaikan... Dih!

Yaudah sih, yuk berangkat!



Beberapa menit sebelum mulai pendakian, kami sibuk mencari orang untuk mengambil gambar tim kami secara utuh. Rupanya ada dua laki-laki yang akan mendaki juga, kami minta tolong untuk fotoin. Setelah terjadi diskusi singkat, dua laki-laki yang tidak terduga ini bersedia mendaki bersama kami. Salah satu diantaranya sudah pernah mendaki gunung ini, lumayan, guide plus teman gratis. 



Kami



Pos I (Pet Bocor)
Lepas dari basecamp, jalur batu alias makadam mengiringi, tidak terlalu panjang tapi terjal. Jujur saya malas-malasan kalau nemu jalur berbatu begini. Tidak berapa lama kami berbelok kiri menyusuri persawahan dan kaki saya menapak tanah. Suweneng rek! Tapiiii, tidak lama kemudian ketemu lagi dengan jalur makadam yang seperti tadi. Ngok... Sampailah di Pos I Pet Bocor setelah jalan sekitar 30-45 menit dari basecamp. Ada warung dan sumber air melimpah di sini.


Pos II (Kop-kopan)
Semangat masih membara, kami lanjutkan menuju pos II. Halooo... Ini jalurnya ternyata batu semua? Sampai kapan? Sampai kapan kamu giniin aku? Terus terang saya tidak mempelajari jalur pendakian Arjuna dan Welirang jalur Tretes karena sibuk kerjaan atau malas, beda tipis. Sedih sih, tapi saya beruntung mendaki gunung ini bersama teman-teman yang ramai dan asik. 
"Iya jalurnya begini terus sampai Pos III nanti", kata teman yang baru nemu di basecamp tadi. Selamat Lia, kamu akan menapaki batu-batuan tajam cukup lama dan jauh.



Matahari sudah naik pas di atas ubun-ubun saya, Pos II belum nampak juga. Padahal kami sudah jalan 3 jam. Beberapa ratus meter sebelum Pos II hampir tidak ada pohon besar, sehingga panasnya matahari langsung meluncur mengenai badan kami. "Itu pas pohon di atas itu Pos II kali yak, yuk ah cepetan", dan setelah sampai di pohon itu ternyata masih ada belokan lagi. Terus saja begitu, sampai kami lapar dan nemu posisi enak untuk berteduh, kami putuskan makan siang di bawah pohon rindang. 

Buka bekal makan siang yang dibungkus dari warung dekat basecamp, rasa kasihan datang. Ini ayamnya kenapa jomblo ya, gak ada teman, disambelin, mau dimakan manusia pula. Hiks.  

Selesai makan, jalan kaki 30 menit kemudian, kami sampai di Pos II. "Hah, tahu gitu tadi istirahatnya nanti saja pas sampai pos II", ini sih lagu lama pendaki yang tidak tahu jalan, saya yakin hampir semua pendaki pernah mengalami ini.

Pos II sumber airnya mengucur banyak, tapi akan berbeda dengan dua hari berikutnya ketika kami turun gunung, sumber air yang mengucur kecil. Sepertinya sumber mata air di sini bergantung pada hujan. 
Lepas sholat ashar kami berbagi tugas, kawan dari Malaysia, Kang Rizal dan saya duluan berangkat menuju Pos III untuk mendirikan tenda dan membuat makan malam. Saat itu waktu menunjukkan hampir pukul 5 sore. Ini kami lakukan karena jarak menu Pos III masih jauh, sekitar 4 jam dan dipastikan malam hari baru sampai, sehingga baiknya ada yang sampai duluan mendirikan tenda. 


Hal-hal di luar perhitungan mulai terjadi.



Bersambung...











Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Jam untuk "Tektok" Gunung Pangrango, Jawa Barat

Pengibaran Bendera Sepanjang 1 Kilometer di Gunung Rakutak, Bandung

Backpacker ke Dieng, Wonosobo